Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, karya sastra merupakan salah satu sumber belajar potensial yang perlu didorong pemanfaatannya untuk meningkatkan minat baca, menumbuhkan empati, mengasah kreativitas, serta nalar kritis peserta didik. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, dalam sesi gelar wicara Hari Buku Nasional 2024: “Sastra Masuk Kurikulum” di Plasa Insan Berprestasi, Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (20/5).
Program Sastra Masuk Kurikulum diinisiasi oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak tahun 2023 sebagai turunan dari Episode Merdeka Belajar ke-15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar
Program ini dilaksanakan dengan mengumpulkan sastrawan, akademisi, dan pendidik yang memiliki perhatian khusus terhadap pemanfaatan sastra dalam pembelajaran di sekolah. Pembelajaran di sekolah dihadapkan pada paradigma baru dalam pemanfaatan sastra di mana guru tidak hanya memberi tugas kepada murid untuk membaca sastra, namun dapat dirangkai menjadi satu kesatuan pembelajaran yang lebih bervariatif.
Sesi gelar wicara menghadirkan narasumber yang merupakan kurator buku-buku sastra untuk program Sastra Masuk Kurikulum, di antaranya penulis sastra Eka Kurniawan dan Abidah El Khaelieqy, serta guru Iin Indriyati.
Dalam kesempatan tersebut, penulis Eka Kurniawan menyampaikan dua manfaat membaca karya sastra bagi peningkatan nalar kritis anak, ”Dengan membaca tulisan fiksi, terutama sastra, anak-anak bisa belajar melihat dan memahami perspektif orang lain. Dalam sebuah tulisan fiksi, ada banyak karakter yang memiliki sudut pandang berbeda, bahkan terkadang kita bisa mendengar suara penulis yang tersembunyi di balik karakternya. Dengan demikian, anak pun mulai terbiasa untuk melihat dunia dari kacamata orang lain.”
“Kedua, karya sastra juga memungkinkan kita mengenal dunia sendiri. Ketika ada karakter yang rasanya mirip dengan kita, itu bisa menjadi bahan refleksi untuk diri kita sendiri,” lanjut Eka.
Senada dengan itu, Abidah El Khaelieqy pun mengatakan bahwa membaca sastra adalah hal yang penting bagi peserta didik, terutama untuk jenjang sekolah dasar dan menengah, di mana kreativitas mereka mulai tumbuh. ”Banyak orang mengatakan sastra sebagai satu paket lengkap dari ilmu tentang kehidupan. Melalui tulisan, kita bisa belajar tentang kehidupan baik dari sisi psikologi, kebudayaan, antropologi, dan kondisi sosial masyarakat yang sebelumnya tidak pernah kita temui atau alami di kehidupan nyata,” urai Abidah.
Iin Indriyati pun membagikan bagaimana ia memperkenalkan anak-anak di sekolah dengan buku bacaan termasuk buku sastra, “Kami ingin agar anak-anak menyukai buku sejak kecil. Kini di sekolah sudah lebih banyak buku yang menarik untuk anak, yang membuat mereka tertarik untuk melihat kemudian membacanya. Dari situ, mereka akan bisa memilih sendiri buku seperti apa yang mereka gemari.”