Logo
BPMP Lampung
images

Lima Aktivitas Pendidikan Karakter di Sekolah

Pendidikan sejatinya adalah usaha yang terencana dan sistematis dalam rangka mengoptimalkan semua potensi manusia/peserta didik. Potensi manusia itu termasuk di dalamnya adalah karakter manusia. Kesadaran akan kebutuhan karakter baik dalam kehidupan bermsyarakat kini makin menguat, di sisi lain, keluarga sebagai agen utama Pendidikan dirasa tidak cukup kuat untuk mejalankan fungsi pembangunan karakter setiap anak, sehingga dibutuhkanlah peran serta sekolah sebagai institusi Pendidikan untuk dapat secara aktif dan sistematis menumbuhkembangkan karakter baik pada setiap peserta didik.

Berangkat dari urgensi penguatan Pendidikan karakter, Presiden Joko Widodo telah menetapkan program penguatan Pendidikan karakter (PPK) sebagai salah satu program utamanya yang masuk dalam Nawacita Presiden Joko Widodo. Kebijakan PPK ini menjadi bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Aspek-aspek perilaku yang menjadi sasaran perubahan adalah perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak menjadi lebih baik. Nilai-nilai utama PPK adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas. Untuk mewujudkannya, perlu implementasi PPK melalui sistem pendidikan nasional agar diketahui, dipahami, dan diterapkan di seluruh sendi kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Untuk menjadikannya sebagai gerakan nasional, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Secara konseptual, Pendidikan karakter sendiri memiliki banyak konsep. Namun, salah satu yang paling popular adalah konsep Pendidikan karakter yang diungkapkan oleh Thomas Lickona. Lickona menjelaskan bahwa Pendidikan Karakter mengandung tiga unsur yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good) dan melakukan kebaikan (doing the good). Lickona menetapkan tujuh unsur-unsur karakter dasar yang harus ditanamkan kepada peserta didik, meliputi:

  1. Ketulusan hati atau kejujuran (honesty)
  2. Belas kasih (compassion)
  3. Kegagahberanian (courage)
  4. Kasih sayang (kindness)
  5. Kontrol diri (self-control)
  6. Kerja sama (cooperation)
  7. Kerja Keras (diligence or hard work)

Dalam Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter dijelaskan bahwa PPK dilaksanakan dengan menerapkan delapan belas nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.

Dalam operionalisasinya, di tingkat satuan Pendidikan, PPK dilaksanakan secara integral dalam kegiatan intrakurikuler, yaitu penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan penguatan materi pembelajaran, metode pembelajaran sesuai dengan muatan kurikulum. Kemudian melalui kegiatan  kokurikuler yaitu penguatan nilai-nilai karakter yang dilaksanakan untuk pendalaman dan/atau pengayaan dan extrakulikuler, yaitu penguatan nilai-nilai karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian Peserta Didik secara optimal. Kegiatan-kegiatan dalam rangka PPK dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa kegiatan krida, karya ilmiah, latihan olah bakat/olah minat, dan kegiatan keagamaan, serta kegiatan penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara itu, Ki Hajar Dewantara, menjelaskan bahwa penumbuhan nilai karakter dapat dijalankan melalui empat laku, yaitu olah hati, olah raga, olah karsa dan olah pikir. Untuk itu diperlukan penerjemahan gerakan PPK kedalam aktivitas di sekolah. Dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari di sekolah, penanaman nilai-nilai karakter dapat dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan, meliputi:

1. Literasi sekolah

Kegiatan literasi ini bertujuan membangun budaya literasi di sekolah. Artinya tidak hanya pada siswa saja. Namun ekosistem sekolah. Untuk itu, tidak hanya sebatas penyediaan pojok baca atau aktivitas membaca buku 15 menit sebelum proses kelas dimulai. Namun, lebih luas lagi, berupa penumbuhan budaya literasi di semua warga sekolah, termasuk orang tua siswa. Penyediaan sarana berupa bahan bacaan yang beragam, forum diskusi bagi guru dan tenaga kependidikan untuk membangun literasi juga harus dilakukan sekolah. Kegiatan literasi ini dapat diintegrasikan juga dalam proses pembelajaran, intrakurikuler, kokurikuler dan extrakurikuler.

2. Kegiatan extrakurikuler

Seiring dengan pengarusutamaan Pendidikan karakter di sekolah, pandangan bahwa extra kurikuler adalah sekedar pelengkap harus sudah diubah menjadi bahwa kegiatan extrakurikuler adalah bagian teerintegrasi dari system Pendidikan di sekolah guna memfasilitasi keragaman bakat, minat dan potensi siswa. Untuk itu, penyediaan Pembina extra kurikuler yang sesuai menjadi penting untuk dilakukan oleh manajemen sekolah.

 3. Kegiatan awal dan akhir pembelajaran

Kegiatan awal dan akhir pembelajaran sebenarnya hanya pembagian berdasarkan urutan waktu saja. Sejatinya dua kegiatan tersebut adalah juga kegiatan pembelajaran itu sendiri. Maka tidak dapat dianggap sebagai pelengkap. Penyiapan scenario pembalajaran dari awal hingga akhir harus betul-betul dipehatikan. Mulai dari pengkondisian siswa, berdoa, apersepsi, hingga refleksi dan penutup memiliki nilai yang sama pentingnya.

4. Pembiasaan

Pembiasaan adalah bagian penting dari proses penanaman karakter pada peserta didik. Anak didik yang terbiasa melakukan pekerjaan secara mandiri maka akan terbangun karakter kemandirian pada dirinya. Demikian halnya dengan karakter berupa kemampuan untuk berkolaborasi dengan yang lain bukanlah karakter yang lahir tiba-tiba. Untuk itu, perlu scenario-skenario yang disiapkan dalam pembelajaran untuk membangun nilai-nilai yang diinginkan. Kebiasan memberikan tugas berkelompok dengan memberi giliran kepada setiap anggota kelompok untuk menjadi ketau kelompok adalah salah satu contoh untuk pembiasaan setiap anak didik berlatih bertanggungjawab sekaligus berkolaborasi.

5. Penetapan tata tertib sekolah

Buatlah tata tertib sekolah dengan jelas dan terpakan secara konsisten. Juga cobalah ajak siswa untuk menyepakati tata tertib di kelas. Penghargaan pada sebuah kesepatan dan keteraturan dapat dilatihkan pada peserta didik dengan mengenalkan siswa pada tata tertib sekolah atau kelas yang diulang-ulang secara rutin kepada siswa. Pemberlakuan model reward-and-punishment atau reward-unreward juga dapat diterapkan pada peserta didik untuk menghargai tata tertib sekolah.

Semua aktivitas tersebut, dengan dorongan kuat dari pihak sekolah, jika dijalankan secara konsisten akan melahirkan budaya sekolah yang kondusif bagi pembentukan karakter siswa yang memiliki delapan belas nilai-nilai yang diinginkan di dalam Perpres No. 87 tahun 2017 di atas. (SF)


TAG